Kampung Naga: Masyarakat Adat Di Tengah Modernisasi
Langkah Derofa - Kampung Naga merupakan salah satu kampung adat yang ada di Indonesia dan berada di Tasikmalaya Jawa Barat. Kampung ini dihuni oleh masyarakat yang memegang kuat adat istiadat peninggalan leluhur mereka.
Mendengar namanya pasti ada pertanyaan besar muncul dibenak, ada hubungan apa kampung ini dengan naga? Benar kah di kampung ini ada naga?
Lokasi Kampung Naga
Seturun nya kami dari gunung Galunggung yang masih berada di Tasikmalaya, kami istirahat makan siang dulu disebuah warung makan khas Sunda. Kami memesan menu ayam goreng dan sayur asem yang sangat nikmat.
Lalu kami berangkat menuju Kampung Naga untuk membuktikan apakah benar di Kampung Naga ada naganya atau cuma mitos belaka yang beredar di masyarakat.
Kampung Naga yang kami tuju berada di Desa Neglasari Kecamatan Salawu Kabupaten Tasikmalaya Jawa Barat. Memiliki jarak sekitar 30 km dari kota Tasikmalaya.
Saat kendaraan kami sampai di lokasi parkir, hujan langsung turun dengan derasnya. Tadinya kami mau menunggu hujan reda dulu baru berangkat, tapi sepertinya hujan ini awet dan kami tidak bisa menunggu lebih lama karna keterbatasan waktu. Kami sudah menyiapkan jas hujan plastik yang sangat membantu dalam situasi seperti ini.
Dengan menerobos hujan kami berjalan menuruni sekitar 400 anak tangga curam yang harus dilalui dengan hati hati karna licin. Jarak dari lokasi parkir ke Kampung Naga sekitar 600 meter.
Beberapa warung makanan maupun tempat oleh oleh kami lewati. Karna berada pada sebuah lembah yang subur maka dari atas terlihat penampakan kampung yang luar biasa dengan hamparan padi yang masih menghijau. Lembah ini juga dilalui sebuah sungai yang bersumber dari gunung Cikuray didaerah Garut.
Di pinggir tangga warga menyediakan tempat sampah yang terbuat dari anyaman bambu, sungguh kreatif sekali. Tapi sungguh disayangkan, tetap saja masih ada orang yang membuang sampah dengan sembarangan.
Tangga ini berhenti di pinggir sungai lalu diteruskan dengan jalan setapak menyusuri sungai menuju Kampung Naga.
Asal Usul Nama Kampung Naga
Masuk area Kampung Naga kami melewati empang yang banyak ikan nya. Kesan pertama masuk kampung ini adalah bersih, rapi dan adem.
Jarak antara satu rumah dengan rumah lain sangat dekat dan jalan nya berupa lorong yang sangat estetik.
Saat itu kami di dampingi seorang pemandu yang merupakan warga lokal. Bapak tersebut menjelaskan semua informasi mengenai Kampung Naga, beberapa kali kami mengajukan pertanyaan kepada pemandu karna kami sangat penasaran sekali dengan kampung ini.
Hal pertama yang dijelaskan pemandu kepada kami adalah mengenai nama dari Kampung Naga.
Menurutnya julukan Kampung Naga itu diberikan karna kampung ini terletak di dekat tebing . “Na gawir” dalam bahasa Sunda berarti kampung dibawah tebing.
Faktanya mereka sendiri tidak tahu asal usul kampung nya itu seperti apa. Tak ada kejelasan sejarah mengenai kapan dan siapa pendiri serta latar belakang terbentuk nya kampung mereka.
Ini diakibatkan semua data dan dokumen penting mengenai Kampung Naga telah ikut hangus bersama seluruh rumah di perkampungan karna dibakar oleh pemberontak DI/TII puluhan tahun silam.
Jadi karna data yang valid tidak ada maka warga memberikan asumsi sendiri tentang penamaan kampung mereka, istilah ini disebut Kirata atau kira kira tapi nyata.
Begitulah asal usul dari nama Kampung Naga, dimana itu cuma nama belaka yang tidak ada hubungan nya dengan makhluk naga atau pun buah naga.
Masih mempertahankan Adat Dan Tradisi
Di era modernisasi seperti sekarang ini, masyarakat kampung masih mempertahankan adat istiadat dan kerarifan lokal dari leluhur mereka. Hal ini bisa dilihat salah satunya dari rumah warga yang masih sederhana. Rumah rumah di Kampung Naga berbentuk rumah panggung yang ketinggian nya sekitar 40 sampai 60 cm dari tanah. Terbuat dari bahan kayu dan bambu sedangkan untuk atap rumah terbuat dari ijuk.
Rumah kayu model ini efektif tahan gempa, terbukti pada saat terjadi gempa di Tasikmalaya pada tahun 2009 yang berkekuatan 7.5 skala richter tidak ada satupun bangunan yang roboh di kampung ini.
Meskipun Kampung Naga tidak terlalu jauh dari kota, tapi di kampung ini tidak ada penerangan yang bersumber dari listrik. Itu bukan karna pemerintah tidak mau memperhatikan warga Kampung Naga, tapi mereka sendiri yang tidak menerima masuknya listrik di kampung mereka.
Mereka beralasan ketika listrik masuk kampung, maka akan terlihat kesenjangan sosial diantara warga. Orang yang berkecukupan pasti akan memiliki perabot dan peralatan mahal sedangkan warga yang sederhana tidak akan mampu memiliki itu.
Karna tidak adanya listrik, maka warga memakai lampu dari minyak tanah yang disubsidi oleh pemerintah.
Demikian juga dengan urusan memasak, warga masih menggunakan kayu bakar ketika memasak. Abu dari sisa perapian dibuang ke kolong rumah, bercampur dengan kotoran ayam dan dapat digunakan sebagai pupuk.
Karna rumah rumah di Kampung Naga tidak memiliki aneka perabotan seperti kursi maka warga dan juga tamu yang datang cukup lesehan diatas tikar.
Luas area Kampung Naga sekitar 1.5 hektar dengan 112 bangunan yang terdiri dari rumah, Masjid, bale kampung dan lumbung padi.
Beberapa Fakta Tentang Kampung Naga
Masyarakat Kampung Naga memeluk agama Islam disamping memegang teguh adat istiadat secara turun temurun dari nenek moyang mereka.
Memiliki sebuah hutan yang disebut hutan keramat, karna di dalam hutan tersebut terdapat makam leluhur masyarakat kampung naga.
Memiliki sebuah hutan larangan, dimana hutan tersebut tidak boleh sama sekali dimasuki oleh warga maupun orang luar. Bahkan untuk mengambil kayu bakar pun tidak diperbolehkan, salah satu tujuan nya untuk menjaga kelestarian alam. Jika dilanggar maka akan mengalami musibah.
Karna keterbatasan lahan maka warga sudah tidak bisa membangun rumah baru lagi dalam kampung, oleh karna itu sebagian penduduk pindah keluar kampung dan disebut SANAGA.
Didalam rumah ada lumbung padi dan dikolong rumah digunakan sebagai kandang ayam. Nah ini juga ada penjelasan nya karna rumah kayu rawan dimakan rayap maka ayam dipelihara untuk bisa memakan rayap tersebut.
Berada di lembah dengan tebing tinggi, Kampung Naga tidak pernah kena longsor. Demikian juga berada di pinggir sungai tapi tidak pernah kena banjir.
Mata pencaharian warga Kampung Naga yaitu bertani dan membuat kerajinan tangan. Dan untuk mengolah padi menjadi beras dilakukan secara sederhana dengan ditumbuk.
Warga Kampung Naga juga mementingkan pendidikan walau sekolah sekolah formal berada jauh diluar kampung, anak anak mereka tetap bersekolah. Dan pada saat pandemik kemarin, anak anak diwajibkan belajar dari rumah dengan sistem daring, maka anak anak harus keluar kampung dulu untuk mencari sinyal karna di Kampung Naga tidak ada sinyal handphone.
Ditengah kampung ada Mushola yang bersebelahan dengan bale kampung dan di depan nya ada lapangan atau alun alun yang digunakan bila ada acara adat dan juga jadi tempat bermain anak anak.
Ada sebuah rumah di Kampung Naga yang tidak boleh di dokumentasikan (foto maupun video). Bangunan itu merupakan bangunan sakral sebagai tempat penyimpanan senjata pusaka milik Kampung Naga.
Hujan sudah reda, jas hujan yang bikin gerah pun sudah kami lepas. Aroma tanah sehabis hujan tercium begitu alami, walau kehadiran kami di kampung ini hanya sesaat tapi cukup berkesan.




















Comments
Post a Comment