Pendakian Tek Tok Ke Gunung Prau : Suhunya Dingin Banget!


Langkah Derofa - Setelah turun dari gunung Sumbing, kami masih menginap satu malam lagi di basecamp Garung tepatnya disebuah warung yang juga dijadikan tempat singgah untuk para pendaki. Tidak ada pendaki lain yang menginap malam itu selain kami berdua, jadi kami tidak was was harus menjaga jarak dengan banyak orang.

Kami berdiskusi apakah besok harus kembali ke Jakarta atau melanjutkan liburan ke tempat lain. Seperti waktu berangkat maka kami memesan tiket pulang secara online lewat sebuah aplikasi, tapi jadwal bis tidak tersedia sampai beberapa hari kedepan. Kami berpikir mungkin bis sudah penuh dan tidak membuka jadwal lagi. Ya sudah itu artinya liburan masih berlanjut hehe, kami pun memutuskan untuk ke Dieng yang masih berada dalam wilayah Wonosobo dan akan melakukan pendakian ke gunung Prau.

Wow super sekali, baru saja turun gunung sudah naik gunung lagi. Kapan lagi kan bisa mendaki gunung dalam waktu berdekatan. Mumpung masih disini mumpung ada waktu, apalagi selama beberapa bulan ini tidak bisa kemana mana gara gara “WABAH”.

Tertahan Lama Di Terminal Mendolo Wonosobo

Malam itu kami tidur lebih cepat akibat kecapean mendaki gunung yang merupakan gunung tertinggi kedua di Jawa Tengah ini. Desa Garung yang berada di kaki gunung Sumbing dan berhadapan dengan gunung Sindoro membuat suhu di tempat ini sangat dingin. Hingga menjelang subuh tidur kami sedikit terusik dengan udara yang makin dingin, selimut yang kami pakai tidak mampu menghangatkan tubuh lelah kami.

Karna rumah tempat kami menginap berada disebelah basecamp maka kami bisa melihat dengan jelas aktivitas pagi di basecamp Garung. Para pendaki mulai berdatangan dari tempat asalnya sambil membawa carrier besar. Terlihat juga beberapa orang yang asyik berfoto dan mengabadikan suasana pagi di sekitar basecamp.

Kami tak mau ketinggalan menikmati suasana pagi khas pedesaan, udara segar dan dingin menambah syahdu suasana membuat semangat kami makin berkobar untuk segera mendaki gunung lagi.

Setelah sarapan dan packing kami melanjutkan perjalanan menuju Dieng. Kami kembali berjalan kaki dari basecamp Garung ke jalan besar yang jaraknya lumayan jauh. Kami sangat bersemangat sehingga kaki yang pegal dan badan yang capek sudah tidak berasa lagi.

Dari sini kami menggunakan bis kecil yang mengantar ke terminal Mendolo dengan waktu tempuh 15 menit. Ketika sang supir tau kami mau ke arah Dieng, dia menyarankan supaya tidak turun di terminal, tapi saat itu kami harus masuk terminal untuk membeli tiket pulang. Kami jadi penasaran dengan maksud ucapan sang supir?

Ketika di pool bis Sinar Jaya kami baru tau kalau tiket bis tujuan Jakarta masih tersedia banyak tidak seperti yang kami lihat di aplikasi, Kami juga baru tau kalau tiket bis yang dijual online itu cuma satu armada bis saja, jadi kalau tiket online habis calon penumpang masih bisa beli on the spot di terminal karna armada bis nya banyak.  

Jujur hati ini sudah tidak sabar ingin segera sampai Dieng, sudah tidak sabar untuk mendaki gunung Prau. Selain kangen ingin cepat “bertemu” kami juga harus mengatur waktu supaya jadwal tidak berantakan. Kami berencana untuk mendaki gunung Prau siang ini juga dan segera turun sore hari nya tanpa nge-camp.

Kami langsung naik bis tujuan Dieng yang waktu itu dalam keadaan kosong, dengan harapan bis langsung terisi dan segera berangkat. Sepuluh menit, dua puluh menit, tiga puluh menit berlalu tidak ada tanda tanda bis akan berangkat dan penumpang tidak ada lagi selain kami berdua. Kami yang tadinya tenang dan enjoy lama lama jadi resah dan gelisah karna itu bisa menggagalkan rencana kami.

Satu jam berlalu, bis belum juga jalan dan yang terjadi kemudian kami malah disuruh untuk pindah ke bis lain. APA APAAN INI? Kami membuang waktu satu jam lebih dan merelakan jadwal kami berantakan dan sekarang kami disuruh pindah bis yang gak tau kapan jalannya. Dengan kesal kami segera keluar dari bis dan keluar dari terminal, kami bertanya dengan pedagang yang ada di pintu keluar terminal gimana caranya menuju Dieng selain dari terminal Mendolo. Kami disuruh naik bis apa saja yang lewat depan terminal dan minta diturunin ditempat bis yang kearah Dieng.

Jadi setiap bis dari Mendolo menuju Dieng itu harus terisi penuh dulu baru bisa jalan, kalau tidak penuh maka akan ngetem lama seperti yang kami alami jadi lebih baik mencari alternatif lain. Kami jadi teringat ucapan sang supir yang menyarankan kami tidak masuk terminal kalau mau ke arah Dieng, ternyata ini alasannya.

Bertemu Lagi Dengan Pak Arifin Dan Keluarganya

Akhirnya rencana kami untuk mendaki tektok siang itu harus dicancel karna waktu sudah terbuang banyak di terminal. Dan kami memutuskan untuk naik ke gunung Prau keesokan harinya sambil menyaksikan sunrise.

Saat ini kami berada di bis dalam perjalanan menuju Dieng, sepanjang perjalanan mata kami disuguhkan pemandangan yang indah : gunung gunung tinggi dan hamparan perkebunan warga yang hijau begitu membius mata. Bis yang tadinya kosong juga mulai terisi dengan warga lokal yang baru saja kembali dari perkebunan, ini terlihat dari pakaian dan topi capit mereka, sebuah pemandangan yang tidak kita lihat di kota kota besar.

Satu jam berlalu kami turun di basecamp Patak Banteng, basecamp favorit pendaki ketika ingin mendaki gunung Prau. Wow gak nyangka bisa kembali lagi ke tempat ini, kembali mendaki gunung Prau untuk ketiga kalinya. Tidak pernah bosan karna setiap perjalanan pasti memiliki ceritanya sendiri yang selalu menarik.

Kami melangkahkan kaki menuju basecamp yang sudah dipadati para pendaki, tapi berhubung lagi jam istirahat siang maka para petugas yang berada di basecamp tidak melayani registrasi. Lalu kami berlalu menuju rumah pak Arifin, warga Patak Banteng yang menjadikan rumahnya sebagai homestay bagi para pendaki yang menginap sebelum mendaki gunung Prau. Tiap kali ke Dieng pasti selalu menginap di rumah Pak Arifin. Kami disambut oleh istri pak Arifin dan juga anak anaknya yang masih mengenali kami, padahal terakhir bertemu mereka tahun 2018 silam.

Rumah Pak Arifin

Saat itu pak Arifin sedang tidak dirumah karna sedang menemani rombongan tamu pergi ke Wonosobo membuat surat keterangan sehat. Jadi rombongan yang berasal dari Jakarta itu tidak membawa surat keterangan sehat karna berencana mengurus di Dieng, tapi karna hari itu adalah tanggal merah maka klinik dan beberapa balai kesehatan di daerah Dieng tutup sehingga rombongan tersebut harus ke Wonosobo. Wah repot juga ya kalau begitu, padahal surat keterangan sehat merupakan syarat utama ketika melakukan pendakian di masa pandemik ini. Jadi guys kalau hendak mendaki gunung dimanapun itu, ada baiknya membuat surat kesehatan dulu dari daerah asal. Hal ini untuk menghindari hal hal yang tidak diinginkan yang nantinya akan mengganggu jadwal pendakian, seperti kejadian diatas.

Saat ini kami berada di basecamp Patak Banteng mengurus registrasi,  setiap orang yang masuk wilayah basecamp harus memakai masker dan mencuci tangan terlebih dahulu di kran yang sudah disediakan pihak basecamp. Pendaki yang melakukan registrasi dihimbau untuk selalu menjaga jarak dan menghindari kerumunan. Semua ini gara gara virus yang tidak terlihat tapi dampaknya sangat dahsyat mengubah segalanya.

Setelah menyerahkan surat keterangan sehat (yang berlaku tujuh hari dari tanggal pembuatan) maka kami mengisi formulir data diri lalu membayar simaksi. Tiap peserta wajib menyerahkan fotocopy KTP dan meninggalkan satu KTP dari ketua rombongan yang nanti bisa diambil ketika sudah turun dan lapor di basecamp.

Menjelang sore, pak Arifin bersama rombongan tiba dirumah. Rombongan tersebut memutuskan untuk naik Prau besok pagi dan tidak jadi nge-camp, dan kami jadi punya teman mendaki esok pagi.

Sore itu kami hanya menghabiskan waktu berkumpul dengan keluarga pak Arifin. Hal yang berkesan dengan keluarga ini adalah keramahan dan kehangatan mereka yang membuat kami merasa nyaman seperti keluarga sendiri. Dari istri dan anak anak bahkan orang tua pak Arifin yang kami panggil dengan Si mbah, semua ikut duduk bersama dan ngobrol bersama kami.

Pendakian Tektok Dengan Suhu Yang Dingin

Pak Arifin adalah orang yang suka ngobrol, beliau yang berusia sekitar empat puluh tahunan itu menemani kami sambil menceritakan pengalaman hidupnya. Sembari bercerita kami menghangatkan diri pada sebuah tungku api atau disebut anglo. Alat ini sepertinya wajib ada di setiap rumah warga Dieng sebagai penghangat tubuh.

Suhu dalam rumah saja sudah dingin apalagi diluar rumah, rasanya pengen cepat cepat tidur saja apalagi besok subuh akan melakukan pendakian. Tapi sebelumnya pak Arifin menawarkan diri mengurut teman gue Tom yang keseleo karna terjatuh waktu mendaki gunung Sumbing, baik banget si bapak.

Saat itu kami tidur dilantai bawah sementara rombongan lain istirahat dilantai atas. Baru saja tidur sebentar tiba tiba ada yang membangunkan kami, dialah Pak Arifin yang menyuruh kami segera bersiap siap. Gue melihat jam di handphone yang menunjukkan jam setengah dua malam, berat rasanya beranjak dari selimut di udara yang dingin itu apalagi perjalanan sebelumnya sudah membuat tubuh dan hati ini capek. Tapi kami harus bersiap karna sebentar lagi melakukan pendakian tek tok.

Oiya, mendaki secara Tek Tok (bukan tik tok yang joged joged ya) itu artinya mendaki gunung tapi tidak nge-camp. Jadi naik dan turun gunung di hari yang sama, sehingga tidak perlu membawa perlengkapan camping yang berat. Nah tektok di gunung Prau itu bagusnya sebelum sunrise, sehingga bisa menyaksikan fenomena matahari terbit dan gunung Prau masih sangat aman untuk didaki secara tektok.

Setelah mengisi perut dengan biskuit dan air hangat, kami memulai pendakian tepat pukul setengah tiga pagi. Kami bersyukur punya teman mendaki rombongan dari Jakarta yang berjumlah 6 orang jadi kami merasa aman dan tidak kesepian dijalur. Rombongan ini tidak berusia muda lagi, umur mereka sudah masuk usia emas tapi semangat dan kemampuan mereka tidak diragukan lagi bahkan setelah turun dari Prau mereka berencana naik lagi ke Sindoro, mantap. Mereka ini sudah berteman sejak masih sekolah dan sudah sering mendaki gunung bareng. Wah awet banget ya persahabatan mereka, menariknya lagi pada senang naik gunung. Semoga kami bisa seperti mereka bersahabat sampai tua dan tetap mendaki gunung bareng hehe.

Pendakian ini kami lakukan pada tanggal 21 Agustus 2020 yang masih merupakan musim kemarau yang artinya suhu di gunung Prau sedang berada dititik terendah atau sangat dingin. Dan itu alasan utama kami tidak ngecamp supaya tidak merasakan suhu dingin yang kadang memunculkan butiran es di pagi hari itu. 

Benar saja, awal memulai pendakian kami sudah disambut dengan suhu dingin dan tiupan angin kencang. Walaupun tektok tapi kami selalu mengutamakan slogan  “safety first” dengan apa yang kami kenakan di badan, dengan perlengkapan yang kami bawa seperti minuman, cemilan, jas ujan, kotak p3k dan lain lain karna kondisi di gunung kadang tidak bisa ditebak kaya hati haha.  

Jalur pendakian saat itu sangat sepi tidak ada pendaki lain selain rombongan kami, kebanyakan pendaki lebih memilih untuk ngecamp daripada tektok seperti kami. Hanya ada satu rombongan saja yang bertemu ketika hampir mendekati puncak.

Bisa dibayangkan bagaimana sepinya jalur, pepohonan yang diterpa angin menimbulkan suara suara yang sedikit menyeramkan. Teman gue selalu mengingatkan untuk tidak bengong atau melamun karna itu sangat bahaya, jujur saja saat lagi break dan tidak sengaja bengong seperti ada suara suara yang menyuruh untuk melakukan hal hal konyol dan berbahaya. Sangat bersyukur punya sahabat yang selalu mengingatkan dan selalu men-support.

Kami sampai di puncak pada pukul 5 pagi setelah menghabiskan waktu 2.5 jam mendaki. Rombongan kami beristirahat sejenak sambil membuat sarapan untuk menghangatkan badan dan setelah itu kami berpisah untuk menikmati sunrise di puncak Prau dengan cara kami masing masing.

Ini adalah pendakian kedua bersama sahabat gue Tom di gunung Prau setelah yang pertama ditahun 2018 lalu. Berada di tempat ini lagi membuat perasaan jadi sedikit terharu dan melow. Sangat sangat bersyukur bisa diberi kesempatan untuk bisa datang kesini lagi.

Sisi Lain Dari Gunung Prau Yang Begitu Indah

Ketika orang orang sibuk berfoto mengabadikan munculnya sang mentari, gue mengambil waktu sejenak dengan duduk tanpa mempedulikan keadaan sekitar yang ramai. “Me Time” gue menarik nafas panjang dan mengucap syukur sampai detik ini masih diberi kesehatan, bersyukur dengan semua berkat berkat Tuhan, bersyukur bisa kesini lagi untuk kesekian kali, bersyukur punya sahabat mendaki yang selalu support, bersyukur beberapa hari sebelumnya bisa mendaki Sumbing yang terlihat gagah depan mata. Tanpa sadar butiran air hangat menetes dari mata ini, sungguh damai dan nyaman bisa “curhat” dengan Tuhan pagi itu sambil menikmati pemandangan yang sangat beautiful.

Dan ketika menoleh ke sebelah, ternyata teman gue juga melakukan “me time” nya. Percayalah itu momen yang sangat indah, taruh hp / camera sejenak dan fokus kepada Sang Pencipta Semesta.

Pagi itu kami disuguhkan dengan sunrise yang begitu indah, gunung Prau memang spot terbaik menyaksikan matahari terbit karna tidak semua gunung memiliki view secantik ini.

Setelah matahari mulai meninggi kami mencoba menjelajah bagian lain dari gunung Prau yang sangat luas ini. Tiga kali melakukan pendakian ke gunung Prau selalu melalui jalur Patak Banteng karna jaraknya tidak terlalu jauh, padahal masih ada beberapa jalur lagi untuk menggapai puncak Prau dan pemandangan yang disuguhkan disepanjang jalurnya sangat menakjubkan yaitu padang savana yang begitu luas.


Kami baru tau ada padang savana seluas ini di gunung Prau, dan juga banyak spot untuk mendirikan tenda jika sunrise camp sudah penuh. Kami mencoba mencari keberadaan puncak Prau yang memiliki ketinggian 2.590 Mdpl. Kami berjalan sangat jauh dari sunrise camp melewati lembah dan savana yang mempesona sambil sesekali berfoto dan merekam video. Dan akhirnya setelah berjalan sekitar 20 menit kami menemukan puncak gunung Prau yang ditandai oleh sebuah plang. Dan puncak Prau hanya kita temui jika kita melewati jalur Dieng.


Tadinya kami berencana untuk lintas jalur, tapi karna kondisi yang sudah kelelahan dan juga harus mengejar waktu untuk sholat Jumat buat teman gue, maka kami turun lagi lewat jalur Patak Banteng. Dan siang itu gue baru melihat secara jelas perubahan yang ada di gunung ini setelah tahun 2018 silam seperti bangku bangku panjang untuk istirahat dan jalur yang berubah dari tanah menjadi jalur tangga berbatu. Jujur untuk gue pribadi lebih menyukai jalur tanah alami, tapi pasti ada alasan jelas kenapa dibuat seperti itu tentunya demi keamanan.

Hari itu hari Jumat bertepatan dengan long weekend karna hari sebelumnya adalah tanggal merah, jadi banyak pendaki yang berpapasan dengan kami di jalur. Ternyata “pandemik” ini tidak menghalangi niat banyak orang untuk mendaki gunung termasuk kami hehe.

Tiba di pos 1 kami langsung naik ojek (Rp. 15.000) menuju basecamp untuk lapor turun dan mengambil KTP, setelah itu menuju rumah pak Arifin yang berjarak sekitar 200 meter dari basecamp untuk bersiap pulang.

Pak Arifin tidak pernah mematok biaya ketika menginap dirumahnya, jadi seikhlasnya saja. Kalau soal makan istri pak Arifin selalu menyediakan makanan buat para tamunya baik makanan berat, cemilan serta minuman panas seperti teh dan kopi. Dan jangan khawatir kedinginan kalau mandi  karna kamar mandi dirumah pak Arifin sudah ada heater nya jadi bisa mandi air panas, mantap deh pokoknya.   

Bis bertolak dari terminal Mendolo pukul 17.30 dengan jumlah penumpang lumayan sepi, jadi kami merasa aman hingga tiba kembali ke ibukota dengan segala hirup pikuk dan kemacetannya.

Info Penting Sebelum Mendaki Gunung Prau

Larangan Umum :

1. Masuk tanpa ijin

2. Membuang sampah sembarangan

3. Membuat api unggun

4. Tidak membawa sampah turun

5. Menebang pohon

6. Membawa senjata tajam berbilah >15 cm

7. Menyalakan kembang api

8. Membawa minuman keras

9. Pencurian

10. Membawa alat musik termasuk music box

11. Memetik Edelweis

12. Berzinah

13. Vandalisme

14. Kencing dalam botol

Larangan Khusus

1. Trabas dan downhill

2. Membawa tissue basah

Syarat Pendakian New Normal

1. Membawa surat keterangan sehat diutamakan dari daerah asal

2. Fotocopy identitas resmi, registrasi satu pendaki satu identitas

3. Membawa alat makan pribadi

4. Membawa masker cadangan (selalu menggunakan masker di area basecamp)

5. Membawa hand sanitizer per orang

6. Tenda kapasitas dibatas 50%

7. Pendaki turun wajib lapor, check out

8. Selalu jaga jarak dan tidak berkerumun

9. Mengisi form self assesment di basecamp

Perlengkapan Khusus

1. Sleeping bag perorangan

2. Jas hujan perorangan

Semua jenis pelanggaran dikenakan sanksi dan jika persyaratan tidak dilengkapi maka pendaki dilarang naik @praumountain

Karna alasan tertentu gunung prau dan gunung gunung lainnya di Jawa Tengah sering mengalami buka tutup, jadi selalu mencari informasi sebelum melakukan pendakian ke sebuah gunung. Biasakan juga menghormati kearifan budaya lokal dan selalu memperhatikan etika pendakian.

Jaga kesehatan, selamat mendaki gunung Prau dan nikmati keindahan nya.

Comments

Popular Posts