Goa Jepang Dan Goa Belanda Peninggalan Para Penjajah

Langkah Derofa - Angker! Mungkin kata ini yang terbersit di pikiran kita ketika mendengar kata Gua, apalagi gua tersebut merupakan peninggalan jaman penjajahan dulu yang pastinya banyak kejadian tragis yang terjadi di gua tersebut. Yup karna Indonesia dulu pernah di jajah oleh Belanda dan Jepang maka beberapa peninggalan dari kedua bangsa tersebut masih bisa kita temui di beberapa wilayah di Indonesia dan salah satunya ada di kota Bandung. 
 
Peninggalan tersebut berupa gua yang diberi nama Gua Jepang dan Gua Belanda, letak kedua gua itu berada dalam kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) Ir. H. Djuanda yang berada di daerah Dago Pakar kota Bandung.


Taman Hutan Raya (Tahura) itu sendiri merupakan kawasan konservasi yang  berjarak sekitar 7KM dari kota Bandung. Dalam kawasan Tahura ini terdapat banyak objek wisata seperti Gua, curug atau air terjun dan juga Tebing Keraton yang beberapa waktu lalu sempat menjadi viral karna terkenal dengan negri diatas awan nya. 
 
Karna Taman hutan raya ini berada di pegunungan dan ditumbuhi oleh pohon pohon tinggi maka udara disini sangat segar dan adem, sangat cocok dijadikan tempat melepas penat dari kerjaan dari macet dan polusi kota.

Nah sekitar 500 meter dari pintu utama Tahura kita akan menemukan gua Belanda yang diperkirakan dibangun pada awal tahun 1900-an. Gua ini lumayan luas dan bagian depan nya sangat terawat dan bersih. Para pengunjung bisa memasuki gua ini tentunya dengan membawa penerangan seperti senter atau lampu dari handphone karna didalam gua ini sangat gelap sekali. 
 
Tapi jangan khawatir karna di pintu masuk gua banyak terdapat tempat penyewaan senter dan juga guide yang siap mengantar kita ke ruangan ruangan yang berada dalam gua yang berhawa lembab itu. Seketika bulu kuduk merinding ketika masuk ke dalam gua, apakah ini cuma sugesti pikiran aja atau memang tempat ini menyeramkan? lupakan saja. 
 
Terdapat dua pintu utama yang menghubungkan beberapa lorong yang ada dalam gua, jika kita masuk melalui pintu satu maka kita akan keluar melalui pintu yang lain.




Dalam gua kita akan melihat ruangan seperti sel tahanan yang katanya digunakan untuk menyiksa para tahanan sampai meregang nyawa, tuh kan! Dan konon katanya ketika memasuki gua ini ada beberapa pantangan yang harus dipatuhi oleh para pengunjung yaitu tidak boleh menyebut kata LADA yang artinya pedas, karna ini berkaitan dengan kepercayaan turun temurun warga setempat. Yang jika dilanggar akan maka mengalami hal hal berbau mistis. 
 
Oiya tempat ini dulu pernah digunakan oleh beberapa stasiun televisi yang menayangkan acara acara yang berbau uji nyali dan mistis, gak tau kalau sekarang. Gua Belanda ini juga telah mengalami renovasi sehingga masih terlihat kokoh dan terjaga.

Berjarak sekitar 300 meter dari Gua Belanda kita akan sampai di gua Jepang, dibuat pada masa penjajahan Jepang di Indonesia yang berfugsi sebagai tempat perlindungan/bunker, dan untuk membangun gua ini menggunakan sistem kerja paksa terhadap masyarakat Indonesia dan pastinya memakan korban juga. 
 
Gua ini terlihat tidak terawat dan dibiarkan begitu saja dan konon katanya tidak mengalami renovasi dan dibiarkan seperti aslinya. Disekitar gua Jepang ini terdapat beberapa bunker bunker yang kondisinya ditumbuhi lumut dan sepertinya gua ini tidak sepopuler Gua Belanda.



Apa saja sih fasilitas yang ada ditempat ini? Kita akan menemukan banyak warung yang berada di sepanjang perjalanan yang menjajakan makanan minuman, dan hampir semua warung menawarkan jagung bakar. Dan jika ingin menunaikan ibadah sholat terdapat sebuah mushola kecil tapi bersih dan juga toilet dengan air nya yang segar. 
 
Oiya harus selalu berhati hati dengan barang bawaan seperti tas dan topi karna di tempat ini banyak terdapat kawanan monyet. Mereka terlihat bergerombol di pepohonan yang berada di kanan kiri jalan ataupun berada di jalanan mendekati para pengunjung untuk meminta makanan. Sebagian pengunjung memberi makanan kepada monyet dan makanan itu adalah jajanan seperti biskuit. Pertanyaan di benak gue apakan tindakan ini bisa dibenarkan atau tidak, entahlah! 

Ada hal menarik yang gue alami ketika sedang berjalan : tiba tiba seorang pemilik warung menegur pengunjung yang sedang memotret monyet yang berada di pohon dengan menggunakan flash atau cahaya camera. Ternyata menurut si ibu, monyet monyet tersebut tidak suka di foto apalagi dengan menggunakan flash, mereka bisa ngamuk dan akhirnya akan memporak porandakan warung warung yang ada disekitar situ dan itu sudah berapa kali terjadi. Apakah itu masuk akal atau tidak? Setidaknya kita menghargai keyakinan si ibu.




Jika kita berjalan terus kita akan menemukan beberapa curug atau air terjun yang cantik, hutan yang hijau dan rimbun juga akan menemani langkah kaki kita. Jalan ini juga akan membawa kita ke Maribaya Lembang yang bisa ditempuh dalam jarak sekitar 6-7 km, tapi jika tidak kuat berjalan kaki maka ada ojek yang selalu mengikuti dan menawarkan ojeknya.

Berada di tempat ini seakan membuka kenangan beberapa tahun lalu ketika masuk perguruan tinggi di kota Bandung, salah satu agenda setelah OSPEK adalah longmarch dari kampus ke tempat ini menyusuri jalan jalan tikus, menyebrang sungai, menanjak menurun menguras tenaga tapi sangat seru. Betapa cepat nya waktu berlalu tapi gua ini selalu ada dan tidak berubah dan akan menjadi saksi sejarah masa lalu.

Comments

Popular Posts